- Jelaskan sejarah perkembangan manajemen yang sdr ketahui?
Jawab:
Ilmu manajemen telah
ada sejak ribuan tahun yang lalu. Hal ini dibuktikan dengan adanya piramida di
Mesir. Piramida tersebut dibangun
oleh lebih dari 100.000 orang selama 20 tahun. Pembangunan piramida ini tak mungkin terlaksana tanpa adanya seseorang yang merencanakan, mengorganisasikan dan menggerakan para pekerja, dan mengontrol pembangunannya.
Daniel Wren membagi evolusi pemikiran manajemen dalam empat fase, yaitu pemikiran awal, era manajemen sains, era manusia sosial, dan era moderen.
oleh lebih dari 100.000 orang selama 20 tahun. Pembangunan piramida ini tak mungkin terlaksana tanpa adanya seseorang yang merencanakan, mengorganisasikan dan menggerakan para pekerja, dan mengontrol pembangunannya.
Daniel Wren membagi evolusi pemikiran manajemen dalam empat fase, yaitu pemikiran awal, era manajemen sains, era manusia sosial, dan era moderen.
Pemikiran awal manajemen
Sebelum abad
ke-20, terjadi dua peristiwa penting dalam ilmu manajemen. Peristiwa pertama
terjadi pada tahun 1776, ketika Adam Smith menerbitkan
sebuah doktrin ekonomi klasik, The Wealth of Nation. Dalam bukunya
itu, ia mengemukakan keunggulan ekonomis yang akan diperoleh organisasi dari
pembagian kerja (division of labor), yaitu perincian pekerjaan ke dalam
tugas-tugas yang spesifik dan berulang. Dengan menggunakan industri pabrik
peniti sebagai contoh, Smith mengatakan bahwa dengan sepuluh
orang—masing-masing melakukan pekerjaan khusus—perusahaan peniti dapat
menghasilkan kurang lebih 48.000 peniti dalam sehari. Akan tetapi, jika setiap
orang bekerja sendiri menyelesaikan tiap-tiap bagian pekerjaan, sudah sangat
hebat bila mereka mampu menghasilkan dua puluh peniti sehari. Smith
menyimpulkan bahwa pembagian kerja dapat meningkatkan produktivitas dengan (1)
meningkatnya keterampilan dan kecekatan tiap-tiap pekerja, (2) menghemat waktu
yang terbuang dalam pergantian tugas, dan (3) menciptakan mesin dan penemuan
lain yang dapat menghemat tenaga kerja.
Peristiwa
penting kedua yang memengaruhi perkembangan ilmu manajemen adalah Revolusi Industri di Inggris. Revolusi
Industri menandai dimulainya penggunaan mesin, menggantikan tenaga manusia,
yang berakibat pada pindahnya kegiatan produksi dari rumah-rumah menuju tempat
khusus yang disebut "pabrik." Perpindahan ini mengakibatkan
manajer-manajer ketika itu membutuhkan teori yang dapat membantu mereka
meramalkan permintaan, memastikan cukupnya persediaan bahan baku, memberikan
tugas kepada bawahan, mengarahkan kegiatan sehari-hari, dan lain-lain, sehingga
ilmu manajamen mulai dikembangkan oleh para ahli.
Era manajemen ilmiah
Era ini
ditandai dengan berkembangnya perkembangan ilmu manajemen dari kalangan
insinyur—seperti Henry Towne, Frederick Winslow Taylor, Frederick A.
Halsey, dan Harrington
Emerson[9] Manajemen
ilmiah dipopulerkan
oleh Frederick Winslow Taylor dalam bukunya,Principles of Scientific
Management, pada tahun 1911. Taylor mendeskripsikan manajemen
ilmiah sebagai "penggunaan metode ilmiah untuk menentukan cara terbaik
dalam menyelesaikan suatu pekerjaan." Beberapa penulis seperti Stephen
Robbins menganggap tahun terbitnya buku ini sebagai tahun lahirya teori
manajemen moderen.[3]
Era ini
ditandai dengan hadirnya teori administratif, yaitu teori mengenai apa yang
seharusnya dilakukan oleh para manajer dan bagaimana cara membentuk praktik
manajemen yang baik.[9] Pada
awal abad ke-20, seorang industriawan Perancis bernama Henri Fayolmengajukan gagasan lima fungsi utama
manajemen: merancang, mengorganisasi, memerintah, mengoordinasi, dan
mengendalikan.[10]Gagasan
Fayol itu kemudian mulai digunakan sebagai kerangka kerja buku ajar ilmu
manajemen pada pertengahan tahun 1950, dan terus berlangsung hingga
sekarang.[3] Selain
itu, Henry Fayol juga mengagas 14 prinsip manajemen yang merupakan dasar-dasar dan nilai yang menjadi inti dari
keberhasilan sebuah manajemen.
Era manusia sosial
Era manusia
sosial ditandai dengan lahirnya mahzab perilaku (behavioral school)
dalam pemikiran manajemen di akhir era manajemen sains. Mahzab perilaku tidak
mendapatkan pengakuan luas sampai tahun 1930-an. Katalis utama dari kelahiran
mahzab perilaku adalah serangkaian studi penelitian yang dikenal sebagai eksperimen Hawthorne.
Eksperimen
Hawthorne dilakukan pada tahun 1920-an hingga 1930-an di Pabrik Hawthorne milik Western Electric Company Works di Cicero, Illenois.[3] Kajian
ini awalnya bertujuan mempelajari pengaruh berbagai macam tingkat penerangan
lampu terhadap produktivitas kerja. Hasil kajian mengindikasikan bahwa ternyata
insentif seperti jabatan, lama jam kerja, periode istirahat, maupun upah lebih
sedikit pengaruhnya terhadap output pekerja dibandingkan dengan tekanan
kelompok, penerimaan kelompok, serta rasa aman yang menyertainya. Peneliti
menyimpulkan bahwa norma-norma sosial atau standar kelompok merupakan penentu
utama perilaku kerja individu.[9]
Era moderen
Era moderen
ditandai dengan hadirnya konsep manajemen kualitas total (total quality management—TQM)
di abad ke-20 yang diperkenalkan oleh beberapa guru manajemen, yang paling
terkenal di antaranya W. Edwards Deming (1900–1993) and Joseph Juran (lahir
1904).
Deming,
orang Amerika, dianggap
sebagai Bapak Kontrol
Kualitas di
Jepang.[9] Deming
berpendapat bahwa kebanyakan permasalahan dalam kualitas bukan berasal dari
kesalahan pekerja, melainkan sistemnya. Ia menekankan pentingnya meningatkan
kualitas dengan mengajukan teori lima langkah reaksi berantai. Ia berpendapat
bila kualitas dapat ditingkatkan, (1) biaya akan berkurang karena berkurangnya
biaya perbaikan, sedikitnya kesalahan, minimnya penundaan, dan pemanfaatan yang
lebih baik atas waktu dan material; (2) produktivitas meningkat; (3) pangsa
pasar meningkat karena peningkatan kualitas dan penurunan harga; (4)
profitabilitas perusahaan peningkat sehingga dapat bertahan dalam bisnis; (5)
jumlah pekerjaan meningkat. Deming mengembangkan 14 poin rencana untuk
meringkas pengajarannya tentang peningkatan kualitas.
- Jelaskan mengapa manajemen disebut sebagai ilmu, seni,
proses dan profesi?
Jawab:
Manajemen sebagai Ilmu
Luther Gulick mendefinisikan
manajemen sebagai suatu bidang ilmu pengetahuan (science) yang berusaha secara
sistematis untuk mengetahui mengapa dan bagaimana manusia bekerja bersama untuk
mencapai tujuan dan membuat sistem kerjasama ini lebih bermanfaat bagi
kemanusiaan. Manajemen merupakan ilmu pengetahuan juga dalam artian bahwa
manajemen memerlukan disiplin ilmu-ilmu pengetahuan lain dalam penerapannya; misal,
ilmu ekonomi, statistik, akuntansi, dan sebagainya.
Manajemen sebagai ilmu pengetahuan
(management as a science) adalah bersifat interdisipliner yang mana
mempergunakan bantuan dari ilmu-ilmu sosial, filsafat dan matematika. Menurut
Gulick manajemen menjadi suatu ilmu, jika teori-teorinya mampu menuntun manajer
dengan memberikan kejelasan bahwa apa yang harus dilakukan pada situasi
tertentu dan memungkinkan mereka meramalkan akibat-akibat dari tindakannya.
Manajemen
sebagai Seni
Manajemen bukan
hanya ilmu tapi juga seni. Menurut Mary Parker Follet manajemen sebagai seni untuk melaksanakan
pekerjaan melalui orang-orang. Selanjutnya manajemen sebagai suatu seni
membutuhkan tiga unsur yaitu pandangan, pengetahuan teknis, dan komunikasi.
ketiga unsur tersebut terkandung dalam manajemen. Oleh karena itu keterampilan
dalam manajemen perlu dikembangkan melalui pelatihan seperti yang dilakukan
oleh seniman. Dilain pihak dalam banyak aspek perencenaan, kepemimpinan, komunikasi dan segala sesuatu yang
menyangkut unsur manusia, bagaimanapun manajer harus juga menggunakan
pendekatan artistic (Seni).
Manajemen
sebagai Profesi
Banyak usaha telah dilakukan untuk
mengkasifikasikan manajemen sebagai suatu profesi. Edgar H. Scheim telah
menguraikan karakteristik-karakteristik atau kriteria-kriteria untuk menentukan
sesuatu sebagai profesi yang dapat diperinci berikut :
1. Para profesi membuat keputusan
keputusan atas dasar prinsip-prinsip umum. Adanya program-program latihan
formal menunjukkan bahwa ada prinsip-prinsip manajemen tertentu yang dapat
diandalkan.
2. Para professional mendapatkan
status mereka karena mencapai standar prestasi kerja tertentu, bukan karena
favoritisme atau karena suku bangsa atau agamanya dan kriteria politik atai
social lainnya.
3. Para professional harus
ditentukan oleh suatu kode etik yang kuat, dengan disiplin untuk mereka yang menjadi
kliennya.
Manajemen sebagai Proses
Ricky W. Griffin mendefinisikan manajemen sebagai sebuah proses
perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya
untuk mencapai sasaran (goals) secara efektif dan efisien. Efektif berarti
bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanaan, sementara efisien berarti
bahwa tugas yang ada dilaksanakan secara benar, terorganisir, dan sesuai dengan
jadwal, dalam berbagai bidang seperti industri, pendidikan, kesehatan, bisnis,
finansial dan sebagainya. Dengan kata lain efektif menyangkut tujuan dan
efisien menyangkut cara dan lamanya suatu proses mencapai tujuan tersebut.
- Jelaskan tentang prinsip-prinsip manajemen?
Jawab:
Fayol (1925), merumuskan ada 14 prinsip dalam manajemen, yaitu:
1. Devision
of work atau pembagian kerja,
untuk mencapai dalam menggunakan tenaga manusia dan faktor-faktor produksi
lainnya. Prinsip ini sangat penting mengingat adanya keterbatasan kemampuan
manusia dalam mengerjakan semua pekerjaan. Manusia antara satu dengan yang
lainnya punya keterbatasan mengenai kebutuhan waktu, pengetahuan, kemampuan,
dan perhatian, sehingga dalam keterba-tasannya dapat dilaksanaka oleh pihak
yang berkemampuan untuk itu.
2. Authority
and responsibility atau asas kekuasaan (kewenangan) dan pertanggungan
jawab. Kedua prinsip ini merupakan kunci dalam menjalankan roda usaha kerja sama.
Sebab tanpa kewenangan dan pertanggungan jawab para manajer tidak dapat
mengadakan hubungan ke bawah maupun ke atas (two way communication).
Harus ada kekuasaan untuk memberi perintah (the right to art)
dan kekuasaan untuk membuat dirinya ditaati. Pertanggungan jawab timbul oleh
adanya kekuasaan tadi. Keduanya harus seimbang (party) tidak ada
kekuasaan tanpa tanggung jawab dan sebaliknya. Misalnya: kekuasaan/weweng sebesar X, maka tanggung jawab
pun hrus sebesar X pula. Wewenang menimbulkan “hak” sedangkan tanggung jawab
menibulkan “kewajiban”. Hak dan kewajiban menyebabkan terjdinya interaksi dan
komunikasi antara atasan dan bawahan.
3. Discipline (disiplin),
yang meliputi: ketaatan, kesungguhan hati, kerajinan, kesiapan,
persetujuan, kebiasaan, tata krama antara badan usaha tersebut dengan warganya.
4. Unity
of command (kesatuan perintah/komando) adalah prinsip yang mengharuskan
bahwa perintah yang diterima oleh seseorang pegawai tidak boleh diberikan oleh
lebih dari seorang petugas di atasnya
5. Unity
of direction (kesatuan arah gerak) adalah prinsip yang mengatakan
bahwa tiap-tiap golongan pekerjaan yang mepunyai tujuan yang sama harus
mempunyai satu rencana dan dikepalai oleh seorang manajer saja. Seperti
dibedakan dari prinsip “unity of command”, Fayol berpendapat
bahwa unity of direction dihubungkan dengan struktur atau
“badan perusahaan”. Sedangkan unity of command dihubungkan
dengan jalannya fungsi personalia (to the functioning of personnel.
6. Subordination
of individual interest to generala interest (subordinasi kepentingan
perseorangan terhadap kepentingan umum) maksudnya di dalam golongan manapun kepentingan
kelompok harus mampu mengatasi kepentingan perorangan. Bila subordinasi ini
terganggu maka manajemen berfungsi untuk mendamaikannya/mengembalikannya (it
is function of management to reconcile them)
7. Remuneration
of personnel (pemberian upah/gaji para pegawai) Prinsip ini menurut
Fayol yaitu pembayaran upah dan cara-cara pembayarannya supaya adil dan
memberikan kepuasan yang maksimum bagi pegawai dan majikan (and afford the
maximum satisfaction to employee and employer). Dengan sistem upah/gaji
yang memuaskan akan merangsang para bawahan atau pegawai untuk bekerja lebih
giat.
8. Centralization
(sentralisasi) yaitu prinsip yang mengatakan bahwa semua organisasi
harus dapat berpusat, harus mempunyai pusat (centralistis ataudecentralistis).Prinsip
ini harus menunjukkan sampai batas mana wewenang itu dipusatkan atau dibagi
dalam sesuatu perusahaan. Keadaan masing-masing akan menentukan tingkat
sentralisasi yang akan memberikan hasil keseluruhan yang sebaik-baiknya.
9. Chain
of command (rangkaian perintah) adalah prinsip yang meng-haruskan
bahwa perintah dari atas ke bawah selalu mengambil jarak yang paling dekat.
Hirarki dari atas dengan adanya kekuasaan dibarengi dengan ketaatan dari bawah
adalah untuk menjamin kemungkinan dua arah (two way communications) dan
kesatuan perintah (unity of direction)
10. Order. (Tata
tertib/ketentraman)
Prinsip ini menurut Fayol dibagi
atas “ketertiban material” dan “ketertiban sosial”. Kedua ketertiban tersebut
sebagai suatu semboyang, bahwa harus diadakan tempat untuk tiap orang maupun
barang dan supaya tiap orang maupun barang harus ada pada tempatnya.
Fayol mengatakan “aplace for
everything (every one) and everything (every one) in its (his) place”
11. Equity (keadilan)
Prinsip ini menurut Fayol dianggap
sebagai sesuatu yang menimbulkan kesetiaan dan ketaatan bawahan dengan jalan
mengkoordinasikan kebaikan dan keadilan para manajer dalam memimpin bawahannya,
sehingga menimbulkan rasa tunduk terhadap kekuasaan dari pihak atasan.
Atmosudirdjo (1975) menerjemahkan
sebagai prinsip “kewajaran” bukan keadilan. Keadilan adalah realisasi dari
sesuatu yang sudah tetap. Kewajaran memerlukan banyak “pikiran sehat”, banyak
pengalaman dan banyak “kebaikan hati”. Pada umumnya para pegawai minta
diperlakukan secara wajar, tidak usah secara adil (artinya selalu mendapat apa
yang menjadi haknya atau kewajibannya),
12. Stability of
tenure of personel (stabilitas masa jabatan dalam kepegawaian), untuk
menghindarkan labor turn over yang tidak dikehendaki. Oleh karena hal ini dapat
mengakibatkan ongkos-ongko tinggi dalam produksi. Diperlukan waktu bagi seorang
pegawai untuk menyesuaikan diri pada jabatannya (fungsinya) yang baru dan untuk
mencapai penunaian tugas yang cukup baik.
13. Initiative (inisiatif)
adalah prinsip yang mengatakan bahwa seseorang kepala harus pandai memberi
inisiatif.
(prakarsa) kepada bawahannya, yaitu
kesempatan untuk memikirkan dan merencanakan sendiri sesuatu karya,
mengusulkannya kepada atasan dan kemudian diberi kesempatan untuk melaksanakannya
sendiri. Dengan demikian maka pegawai tersebut akan memperoleh kepuasan dan
kegembiraan organisasi.
14. Esprit de corps (kesetiaan
kelompok) adalah prinsip bersatu itu teguh (union is stringhth),
suatu kelanjutan dari prinsip kesatuan komando. Fayol ini menegaskan perlunya
kerjasama kelompok (team work) dan pentingnya komunikasi untuk
tercapainya keharmonisan.
- Apa yang menjadi sasaran manajemen dalam bisnis,
jelaskan jawaban sdr?
Jawab:
Sasaran adalah hal yang ingin dicapai oleh individu, grup,
atau seluruh organisasi. Sasaran
dalam bisnis berarti pencapaian visi, misi, serta tujuan dari sebuah organisasi
tertentu dalam menjalankan bisnisnya.
Sasaran memandu manajemen membuat keputusan dan membuat kriteria untuk
mengukur suatu pekerjaan. Manajer puncak memberikan sasaran-sasaran umum, yang
kemudian diturunkan oleh bawahannya menjadi sub-tujuan (subgoals) yang
lebih terperinci. Bawahannya itu kemudian menurunkannya lagi kepada anak
buahnya, dan terus hingga mencapai tingkat paling bawah. Pendekatan ini
mengasumsikan bahwa manajer puncak adalah orang yang tahu segalanya karena
mereka telah melihat gambaran besar perusahaan. Kesulitan utama terjadi pada
proses penerjemahan sasaran atasan oleh bawahan. Seringkali, atasan memberikan
sasaran yang cakupannya terlalu luas seperti "tingkatkan kinerja,"
“kuasai pangsa pasar,” "naikkan profit," atau "kembangkan
perusahaan," sehingga bawahan kesulitan menerjemahkan sasaran ini dan
akhirnya salah mengintepretasi maksud sasaran itu.
source : SOAL UJIAN MANAJEMEN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar